Sabtu, 29 Oktober 2011

Beach

struggle

Semilir angin meniup pepohonan di sebuah komplek perumahan di Sudiang, Makassar. Di bawah rerimbunan pohon itu, terdapat balai-balai yang sering saya sambangi dikala penat di siang hari atau sore hari. Balai-balai tersebut dibuat oleh papanya Aco, demikian panggilan seorang pekerja serabutan di sekitar Sudiang biasa dipanggil, atas permintaan Mbah Suroso. Ayah lima orang anak ini adalah pensiunan pegawai negeri sipil pada Rumah Sakit Dadi, Makassar.
Mba Suroso berkepentingan dengan adanya balai-balai itu sebagai tempat bobok-bobok siang dikala lelah mengurusi cucunya, Koko. Balai-balai itu kerap juga dijadikan tempat anak-anak komplek Graha Sentosa Sudiang bermain rumah-rumahan sehingga kesendirian Koko terhibur oleh kedatangan teman-temannya.
Pada suatu hari di akhir bulan Juli menjelang bulan Agustus, saya bertandang ke balai-balai itu. Mba Suroso dengan ramah menyambut setiap kedatangan saya. Namun kali ini, Mba Suroso seakan ingin bernostalgia dengan masa lalunya berkenaan dengan masa revolusi kemerdekaan.
Mba Suroso yang berasal dari sebuah daerah di Yogya bercerita ketika Belanda menyerang wilayah Yogya. Saat itu  masih di kelas II SR atau setara dengan SD saat ini. Karena tempat tinggalnya berada di ketinggian, Suroso kecil kerap menyaksikan kilatan cahaya peluru beterbangan diatas Kota Yogya. Saat itu, Belanda sedang gencar-gencarnya ingin menguasai Kota Yogya yang menjadi Ibukota Negara Indonesia.
Mba Suroso menyebutkan kampungnya disekitar Kali Progo. Di kala malam menjelang, bila suara deru pesawat terdengar, seluruh api yang digunakan sebagai penerangan langsung dimatikan. Tujuannya agar menghindari dijadikan sasaran pengeboman oleh pesawat-pesawat Belanda dan sekutunya. Karena usianya yang masih kanak-kanak, Mba Suroso belum berani ikut angkat senjata melawan Belanda saat itu.
Mba Suroso dengan semangat menceritakan kisah heroik pejuang Indonesia di Yogyakarta. Namun semilir angin di balai-balai siang itu, membuat saya tertidur sehingga tidak sepenuhnya menyimak cerita yang mengandung semangat kepahlawanan pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia.
Suroso berada di bumi Sulawesi terkait juga dengan perjuangan. Pada tahun 1959, Suroso muda ikut dengan kakaknya yang berdinas di kesatuan brimob ditugaskan untuk menumpas gerakan pemberontakan di Sulawesi Selatan. Hingga nasib menyeretnya menjadi pegawai negeri sipil, setelah sebelumnya berdinas sebagai pegawai di kesatuan Brimob.